Senin, 22 Agustus 2016
Baru
saja saya menonton film yang dibintangi Indro Warkop. Judulnya: Komedi Modern
Gokil. Saya sempat berharap kalau film komedi ini akan inovatif. Secara, film
ini adalah film bioskop kualitasnya seharusnya kualitas film bioskop.
Pemain-pemainnya tampak menjanjikan. Jadi saya langsung saja menonton tanpa berpikir terlalu jauh.
Sayangnya, entah saya yang baru ngeh, atau memang eksploitasi perempuan semakin hari semakin parah. saya juga nggak tahu. Yang jelas, film komedi ini tidak berbeda dari film lain yang menjual sensualitas perempuan.
Sebenarnya,
apa yang saya lihat di film ini hanyalah pengulangan dari apa yang terjadi di
setiap film Warkop DKI. Perempuan-perempuan seksi. Lagu-lagu lucu (yang
untungnya, kali ini orisinil), adegan-adegan slapstick, dan
yang pasti… ending tercebur di air. Kurang apalagi, coba?
Film
ini dibuka dengan kedatangan Boris dan Dodit (diperankan oleh Boris Bokir dan
Dodit Mulyanto) ke Jakarta. Dari nyari tempat kost hingga akhirnya diterima
menjadi detektif swasta. Lalu akhirnya terjerumus dalam salah penyelidikan.
Hingga membuat mereka menculik orang yang salah.
So
far, idenya
lumayan lah, ya. Akting Mas Indro sendiri bisa dibilang terbukti keseniorannya.
Maya Wulan sendiri sangat berpengalaman memerankan istri yang berkuasa atas
suami. Jadi chemistry di antara keduanya terbangun dengan
baik.
Kartika
Putri sendiri bermain cukup lumayan. Meski agaknya, yang diharapkan bukan
akting, tapi seberapa hebat dirimu pamer bodi di film ini.
Komedi yang cerdas, bisa menengok Tamiou: Presiden yang Bertukar Tubuh dengan Anaknya.
Sebagai
penonton dewasa, saya akui… saya sangat terganggu dengan payudara yang sengaja
dipertontonkan secara vulgar. Tujuannya apa? Menarik penonton? Bagaimana kalau
yang nonton bukan orang dewasa? Notabene di awal film ini
tidak ada tulisan merah besar bertuliskan FILM INI UNTUK DEWASA.
Bahkan
lagu soundtracknya juga terasa mengganggu. Okelah, waktu opening lagu
ini terdengar lucu. Tapi waktu diputar lagi di satu adegan, saya langsung muak.
“Itu
pepaya,” kata Boris sambil menunjuk dua perempuan berbodi seksi.
“Itu
pisang,” pandangan Dodit tertuju pada pisang yang dimakan.”
“Itu
jagung bakar,” kata Gun sambil memperhatikan cewek yang nggak cantik.
Dari
segi kualitas, film ini mungkin bisa dibilang cukup oke. Minimal digarap dengan
serius lah. Ada lift yang pintunya banyak. Ada kereta kuda
berbodi mobil. Niat lah yang bikin film mengeluarkan modal bikin properti.
Tapi
ya, itu…masalah utama dalam film ini adalah eksploitasi perempuan yang
ditampilkan secara berlebihan. Seolah perempuan itu hanya sekumpulan payudara
gadis seksi. Kenapa yang ini nggak diblur? Kan aneh… padahal
sedikit pamer dada di televisi sudah di-blur habis-habisan.
Bukannya ini seharusnya sama aja sistemnya? Cuma beda tempat nonton doang. Kok
lembaga sensor film diam saja? Aneh banget, kan!
Ingatan
saya akan film Warkop dulu, eksploitasinya nggak sampai separah ini, deh…
(maafkan kalau salah ingat. Maklum zaman Warkop jaya, saya masih kecil). Kalau
dulu, paling tahunya, oh… artisnya cantik. Artisnya seksi. Kalau sekarang?
Sorotan kamera tanpa malu-malu merekam bagian payudara. Penulis skrip tanpa
segan memasukkan adegan es krim jatuh ke payudara salah satu pemain.
Drama komedi detektif bisa disimak di Kizoku Tantei.
Inikah
wajah Indonesia sekarang? Orang-orang yang seolah bersih di depan, tapi busuk
di belakang? Bukankah ini namanya munafik? Ketika di mana-mana
digembar-gemborkan aksi anti pornografi. Ketika semua perempuan di layar
televisi wajib menutup aurat, atau tubuhnya diblur begitu
saja?
Ketika para orang tua atau anak remaja yang masih belajar seks pergi ke
bioskop, lalu mendapat tontonan seperti ini?
Yang
jelas, saya sangat prihatin dengan kondisi ini. Entah di masa depan bagaimana
perlakuan masyarakat terhadap kaum perempuan. Apakah sebagai istri, ibu,
ataukah sekadar BUAH PEPAYA.
sedih lihatnya mbak, :(
BalasHapuskomedi menjadi salah satu cara untuk menyampaikan pesan-pesan kehidupan kepada masayarakat dengan cara yang unik
BalasHapus