“Jangan rindu. Rindu itu berat. Biar aku saja.”
Di telepon umum, seorang Dilan merayu sambil memamerkan
senyuman maut. Milea terkapar, terpesona oleh bujuk rayu si tampan. Penonton
bioskop termehek-mehek sambil memikirkan akan menyisihkan uang saku untuk ke
bioskop lagi. Produser happy, karena
ini potensi sekuel akan ramai lagi. Sedang penulisnya, entah apa yang sedang
dilakukannya … saya ramal lagi ngayal buat bikin cerita selanjutnya, hihihi #sotoy
Dilan.
Waktu bilang nonton ini, si mami langsung ngeh film apa yang dimaksud tanpa
menyebutkan sinopsis. Quotes Dilan
pun dihafal mami. Soalnya, si mami rajin nongkrongin acara gosip. Jadi waktu
Dilan digenjot promonya, si mami setia nonton interviu bareng para pemainnya. Dan
mami bilang, “Wah, ini pengarangnya mesti mempatenkan quotes Dilan, nih. Kan banyak yang pakai.”
Wkwkwk.
Oh, Dilan. Kau sudah mempesona hampir seluruh perempuan
Indonesia. Banyak meme berseliweran
meledekmu. Tentu saya juga jadi penasaran, seberapa hebatkah dirimu hingga bisa
menjadi penakluk hati begini. Eaaa… *ketularan puitis*
Singkat cerita, setelah sekian lama maju mundur nggak cantik -_- nonton
Dilan, akhirnya kemarin saya berhasil nonton walau sendiri dan sepi (eaaa
lagi). Eh, nggak sepi, dink.
Bioskopnya masih ramai. Itu orang di sebelah saya malah aktif ngasih tahu
adegan yang bakal keluar berikutnya (ini orang nonton keberapa kali, sih? Ampe hafal
gitu -_-). Bukan hanya abegeh unyu-unyu
emesh yang datang, ibu-ibu pun tak ketinggalan nonton. Singkat kata singkat
cerita, saya pun ikut deg-degan. Menanti Dilan muncul untuk merayu saya, eh …
Milea xD
Menanti-nanti film dimulai, penonton disuguhkan iklan-iklan
yang seabrek-abrek. Di sini, rasa kantuk saya mulai timbul. Saya juga noleh-noleh jam, secara Si Dilan
harusnya udah nongol dari 15 menit lalu. Lha, kok iki isinya iklan kabeh, yo? Aduh, Dek … lama amat kau nongol, macam nungguin artis mau konser aja
ini, gerutu saya dalam hati.
Waktu muka Iqbal berseragam Dilan 1990 muncul, saya mulai
lega. Ah, akhirnyaaa… mulai juga ini film. Saya pun memusatkan perhatian ke
film. Intro dimainkan. Adegan pertama muncul. Milea bercerita tentang sosok
aneh yang senang bikin ramalan.
Cerita pun bergulir dari sana.
Jujur aja, saya suka sinematografi film ini. Sangat pas
untuk tone manis yang ditawarkan film
Dilan 1990. Adegan demi adegan kelihatan cantik. Bahkan bunga kamboja pink yang gugur bisa bicara mengenai feeling adegan patah hati Milea.
Untuk castingnya,
saya merasa sudah pas. Sosok Dilan yang memiliki 2 sisi karakter bisa dimainkan
dengan baik oleh Iqbal. Sementara Vanessa sendiri cocok memainkan Milea dengan
segala kepolosannya.
Kehadiran Ridwan Kamil di salah satu adegan menambah
keistimewaan film ini. Selain itu, usaha menghadirkan Bandung tahun 1990 ke
layar patut diacungi jempol. Karena ini pasti nggak mudah.
Sayangnya, ada beberapa hal yang agak mengganggu buat saya. Riasan
para pemeran wanita masih kurang natural sebagai anak SMA. Beberapa kali saya
melihat Milea dengan eye shadow cukup
tebal. Padahal, saat itu adegannya proses belajar mengajar di kelas.
Berhubung saya nggak baca bukunya, saya tidak bisa banyak
berkomentar soal plot dan karakterisasi. Di film sendiri, banyak tokoh yang
terkesan asal tempel saja. Contohlah Benny yang tanpa babibu langsung ditempatkan sebagai “pacar di Jakarta” yang
diputusin gitu aja, guru les privat (yang bahkan saya lupa namanya) langsung dijogrokin cuma buat naksir Milea, dan
lain-lain. Mungkin di buku, plotting
dan karakterisasinya lebih kokoh, saya nggak tahu. Yang pasti buat saya, itu
ganggu.
Pergerakan pace to
pace juga sangat slow. Memang cocok
buat sebuah film romantis. Akan tetapi tidak cocok ditonton buat penonton yang
menganut prinsip life is never flat dan
penyuka plot twist. Semua yang
terjadi di film ini sangat mulus. Tidak ada masalah berarti. Tidak ada konflik
berarti. Dari awal ke akhir, dunia hanya milik Milea dan Dilan. Penonton
bioskop hanya ngontrak (eaaa lagi xD).
Overall, film
Dilan 1990 sangat patut diapresiasi sebagai karya anak bangsa. Antusiasme pada
film ini sungguh sangat mengejutkan. Semoga menjadi awal yang baik bagi film
Indonesia dan semakin meningkatkan mutu film. Saya sendiri kagum pada Pidi Baiq dengan keterampilannya
mewujudkan fantasi sebagian besar perempuan Indonesia pada sosok Dilan. Nggak
gampang pasti. Hehehe.
Akhir kata, sukses selalu buat perfilman Indonesia. Buat
yang belum nonton Dilan, nonton gih…
kapan lagi bisa dirayu begini, wkwkwk…
Sumber gambar: Wikipedia
Tidak ada komentar:
Terima kasih telah berkunjung ke blog ini. Mohon tidak mengcopas isi artikel tanpa izin. Jika berkenan, silakan tinggalkan komentar dengan sopan. Diharapkan untuk tidak mengirimkan link hidup dalam komentar. Terima kasih atas perhatiannya :)