Negara Jepang sedang menghadapi krisis.
Saat inilah, muncul seorang perdana menteri yang ingin membenahi semuanya.
Akan tetapi, terjadi satu masalah ....
Di saat genting ini, terjadi pertukaran aneh antara jiwa sang perdana menteri dan putranya yang bodoh ....
|
Dorama Tamiou (sumber: Wikipedia) |
Title: 民王
- Title (romaji): Tamiou
- Format: Renzoku
- Genre: Comedy, drama, political
- Episodes: 8
- Viewership ratings: 7.14%
- Broadcast network: TV Asahi
- Broadcast period: 2015-Jul-24 to 2015-Sep-11
- Air time: Friday 23:15
- Theme song: Stress Free by miwa
Isu-isu politik sebenarnya merupakan hal menarik
untuk disimak. Setiap masa memiliki perkembangan-perkembangan sendiri dan ini
sangat menarik untuk diceritakan. Sebutlah misalnya, pergerakan politik yang
terjadi di Amerika Serikat saat Barrack Obama terpilih menjadi presiden. Adanya
presiden kulit hitam pertama menjadi terobosan baru bagi rakyat Amerika. Cerita
baru juga dimulai saat Donald Trump mencalonkan diri menjadi presiden. Banyak
drama-drama terjadi, hingga akhirnya Om Donald resmi dilantik. Dan hingga kini
pun, kebijakan-kebijakannya masih menjadi isu kontroversial.
Jadi, sebenarnya … tema politik ini adalah tema
panas yang sangat ‘seksi’. Selain menghibur, tema politik juga bisa menjadi
kritik terhadap keadaan negara, di mana kondisi-kondisi pejabat dan masyarakat
kecil bisa masuk semua.
Akan tetapi, tidak banyak ada sineas yang berniat
mengangkat politik sebagai tema utama sebuah cerita fiksi. Selain tema yang
berat, tema politik juga riskan, bisa menimbulkan pro dan kontra. Karena itu,
menulis cerita berbau politik sebenarnya sebuah tantangan bagi seniman.
Bagaimana menghadirkan politik dalam kemasan yang bisa dicerna penikmat?
Bagaimana menghadirkan kritik tanpa menimbulkan pro dan kontra? Nah, inilah
tantangannya.
Ikeido Jun—seorang penulis Jepang, berhasil menjawab
semua tantangan di atas. Siapa sangka, tema politik yang berat ternyata bisa
disampaikan dalam gaya komedi. Selain menghadirkan ketegangan, cerita Ikeido
bahkan mampu memasukkan unsur-unsur komedi yang mengocok perut.
Tahun 2015, karya Ikeido Jun ditayangkan di TV
Asahi—salah satu stasiun televisi Jepang. Tamiou (民王) atau judul
lainnya: The Prime Minister and His Foolish Son, memiliki tema yang cukup
berat. Serial berdurasi 8 episode ini dengan berani mengangkat tema persaingan
politik dan krisis negara.
Dikisahkan, Muto Taizan (dibintangi oleh Endo
Kenichi) dilantik menjadi Perdana Menteri. Tugas utamanya adalah mengatasi krisis
yang sedang melanda Jepang.
Tidak disangka, sesaat setelah dilantik, Taizan
mengalami kejadian aneh. Jiwa Taizan mendadak pindah ke tubuh lain. Saat sadar,
Taizan telah ada di tubuh Sho—putranya. Sementara Sho menempati tubuh Taizan.
Pertukaran jiwa ini mau tidak mau menyebabkan Taizan harus berpura-pura menjadi
Sho, dan sebaliknya … Sho harus berpura-pura menjadi ayahnya.
Dari sinilah, kesulitan demi kesulitan mulai datang.
Meski merupakan putra politikus terkenal, Sho tidak memiliki kepandaian dalam
bidang akademis dan perpolitikan. Perpindahan jiwa ini juga menyebabkan
perubahan karakter yang kemudian berpengaruh pada peristiwa-peristiwa
selanjutnya.
Sho yang tidak lancar membaca kanji berkali-kali
keliru berpidato. Orang-orang langsung mengolok-ngoloknya sebagai Perdana
Menteri Bodoh. Taizan sendiri harus berhadapan dengan berbagai masalah yang
biasa dialami Sho. Dosen pengajar Sho ternyata adalah kritikus politik paling
menyebalkan. Sho juga memiliki masalah kepercayaan diri yang membuatnya sulit
mendapatkan pekerjaan.
Di luar dugaan, kesulitan-kesulitan yang dilalui
malah membuat ayah-anak ini mulai saling memahami. Taizan yang awalnya jengkel
dengan Sho, kini mulai melihat sisi baik anaknya. Di balik ketidak sukaan Sho
akan politik, ada idealisme tentang kesejahteraan rakyat. Hal ini diketahui
ketika Sho mengatakan dengan tepat jumlah upah minimum pekerja. Kepolosan Sho
juga rupanya mampu menyentuh hati pemimpin-pemimpin negara sahabat yang
berkunjung ke Jepang. Banyak orang kemudian bersimpati pada ‘Sang Perdana
Menteri’ karena tindakan-tindakan Sho yang di luar dugaan.
Di lain pihak, Sho yang mulanya tidak suka pada sang
ayah, mulai mengetahui masalah-masalah Taizan. Tekanan dari parlemen dan
masyarakat ternyata sangat menyusahkan. Tidak heran, Taizan menjadi orang yang
sangat keras dan pemarah. Musuh-musuh politiknya memiliki cara-cara licik
menjatuhkan Taizan. Mau tidak mau, Sho harus menghadapi semua manuver politik
ini.
Masalah-masalah sosial menjadi bumbu dalam cerita
ini. Namun, yang terpenting … mendekati bagian akhir, disajikan drama keluarga
yang sangat mengharukan. Taizan yang mulanya merupakan ayah yang cenderung
abai, akhirnya memutuskan akan berkorban demi Sho. Di sinilah masalah demi
masalah mulai terurai. Hingga akhirnya, Taizan harus menghadapi musuh
terbesarnya. Siapakah dia?
Di awal, baik tema maupun alur cerita ini terkesan
membosankan. Tema pertukaran tubuh bukanlah hal yang baru. Sementara permainan
politik bukanlah hal yang cukup menarik untuk dijadikan hiburan.
Akan tetapi, seperti yang sudah dikatakan di depan
tadi, gaya komedi drama ini menjadi titik balik yang menjadikan drama ini menghibur
dengan caranya sendiri. Kekuatan drama ini ada pada akting Endo Kenichi dan
Masaki Suda. Masing-masing dari mereka mampu tampil serius dan konyol. Dalam
usianya yang tidak muda lagi, Endo mampu tampil kekanak-kanakan—sesuai karakter
Sho. Sementara Masaki mampu berteriak-teriak dan bergaya seperti orang tua
tegas—sesuai karakter Taizan.
Aktor-aktor lain juga tampil maksimal. Setiap aktor
bermain membawakan karakter mereka dengan baik. Masao Kusakari—Kang Ji-young
yang juga memainkan peran ayah-anak bermain sangat apik. Pertukaran tubuh
antara lelaki dan perempuan menimbulkan masalah yang tak kalah aneh dan lucu.
Si lelaki tua mendadak jadi kemayu, dan anak gadis menjadi tomboy dan cenderung
kasar.
Akio Kaneda dan Issei Takahasi juga mampu
mangimbangi keanehan-keanehan yang terjadi akibat pertukaran tubuh ini. Akio
yang merupakan aktor senior berkali-kali tampil konyol untuk menyelamatkan
situasi. Sementara Issei—aktor muda pemeran sekretaris Perdana Menteri membuat
penonton tertawa dengan akting polosnya.
Ada keseimbangan antara kuatnya plot dan kemampuan
akting para pemeran. Padahal, pada
dasarnya mereka memiliki tuntutan sama untuk bisa menampilkan karakter-karakter
serius di tengah situasi-situasi lucu. Atau sebaliknya, tampil lucu di tengah
situasi yang sudah genting.
Mengenai penyebab pertukaran tubuh ini juga
terbilang logis. Tidak ada unsur pemaksaan, atau kebetulan, atau mistis seperti
di cerita-cerita lain. Masalah ini diselesaikan secara apik. Walau sebenarnya,
penyelesaian pertukaran tubuh ini terbilang sangat sederhana dan nggak
heboh-heboh banget. Bahkan, ending-nya pun masih menyisakan peluang untuk
sekuel (Tamiou memang memiliki sebuah sekuel
dan sebuah spin-off).
Drama ini adalah drama yang menarik untuk ditonton. Muatan
komedinya sungguh-sungguh mampu membuat tertawa. Di sisi lain, isu-isu politik
menjadi sebuah kritik bagi masyarakat maupun wakil rakyat. Tema-tema humanisme
yang dimasukkan juga menjadi sebuah tambahan ‘gizi’ pada serial ini. Dan
puncaknya, keharuan tetap ada saat cerita menyentuh tentang kekeluargaan dan
persahabatan.
Pada akhirnya, apa yang diperlihatkan Tamiou
adalah sebentuk pemerintahan ideal dengan impian-impian akan kesejahteraan
rakyat. Dan semua itu terwakilkan oleh kisah Taizan Muto dan putranya.
Tidak ada komentar:
Terima kasih telah berkunjung ke blog ini. Mohon tidak mengcopas isi artikel tanpa izin. Jika berkenan, silakan tinggalkan komentar dengan sopan. Diharapkan untuk tidak mengirimkan link hidup dalam komentar. Terima kasih atas perhatiannya :)