Senja itu, sebuah pemandangan unik terlihat di depan Hotel
Menara Peninsula. Perempuan-perempuan dan para lelaki berpakaian adat berjalan
gembira. Canda tawa mengiringi mereka, meski beberapa perempuan terlihat
kesulitan sebab mengenakan sepatu berhak tinggi.
Bus-bus menunggu mereka, bersiap membawa para nomine lomba
Jurnalistik dan Blog Pendidikan Keluarga 2018 itu menuju Plaza Insan
Berprestasi-Kemdikbud.
|
Bus yang ramai oleh celotehan dengan dialek-dialek khas daerah berbeda. |
Adalah kebanggaan bagi saya, bisa duduk di dalam bus itu,
bergabung bersama-sama teman-teman blogger dari seluruh Indonesia. Pengalaman ini
menurut saya adalah pengalaman langka dan sangat berharga.
|
Teman sekamar, Mbak Atiek, wartawan Kedaulatan Rakyat. |
|
Kak Ibee yang ramah dan suka bercerita. |
|
Bersama perwakilan Bali: Tubuh, guru dari Mengwi dan Angga Wijaya, pujangga yang tidak banyak bicara. |
Ketika mengikuti lomba kemarin, saya tidak memiliki banyak
harapan. Bagi saya, tujuan pendidikan di Indonesia dan pelaksanaan di lapangan
sungguh berbeda jauh. Selama ini, saya merasa sendirian. Bahkan, curhat dengan
Kepala Sekolah dan guru pun tidak banyak membantu. Saya akhirnya merasa
berputar-putar di tempat yang sama, selama bertahun-tahun. Dari anak saya TK
sampai SMP.
Ahaha kok jadi curhat xD
Berkumpul dengan teman-teman dari pelosok Indonesia saat ini
memberikan banyak pengetahuan baru bagi saya. Saya jadi tahu, bagaimana sekolah
di Jakarta, Solo, Kalimantan, dan daerah-daerah lain. Dari semua cerita yang
saya dengar, memang tidak semua memiliki sistem dan fasilitas sama. Beberapa daerah
kesulitan dalam bidang teknologi informasi. Sementara di daerah lain seperti
Surabaya, wifi tersedia di setiap
warung kopi, hingga timbul istilah multiple mobile legend (mobile legend adalah
nama game daring), plesetan dari multiple intelligent.
Dalam acara ini juga banyak diadakan sesi pendidikan. Peserta
mendapat sharing dari para pakar. Salah
satunya, Bapak Dr. Sukiman, M.Pd memaparkan tentang cara-cara melibatkan orang
tua di sekolah. Sesi lain diisi oleh Kang Maman Suherman yang memaparkan
tentang kecerdasan literasi (sayang banget saya mendadak sakit jadi nggak bisa
ikut sampai akhir L
), dan Bapak Gogot dari Pustekkom Kemdikbud yang memaparkan tentang pendidikan
anak di era maraknya informasi dan konten negatif internet.
Malam Apresiasi Pendidikan Keluarga yang diadakan oleh
Kemdikbud ini akhirnya menjadi pembangkit harapan di hati saya. Dalam acara
yang berlangsung selama 2 hari ini, saya bertemu dengan teman-teman hebat dari
seluruh nusantara. Para jurnalis, para guru, blogger, semua berkumpul dengan
aspirasi sama: menginginkan kemajuan bagi pendidikan di Indonesia.
Dan kali ini, saya bersyukur, ternyata banyak orang
menginginkan kemajuan. Bukannya ingin stagnan di tempat untuk meneruskan sistem
yang kata Kak Seto ‘dari zaman Mojopait’ itu.
Oh, ya… sebagai informasi, Direktorat Pendidikan Keluarga
ini baru berumur tiga tahun. Ini menunjukkan kalau pemerintah saat ini sungguh
peduli dengan pelibatan keluarga dalam pendidikan anak. Bahkan, dalam malam
apresiasi juga diberikan penghargaan pada orang tua yang dianggap berkontribusi
besar pada keberhasilan anak-anak mereka. Penghargaan orang tua hebat ini juga
menunjukkan adanya apresiasi pemerintah pada orang tua dan mengakui orang tua
sebagai bagian dari sistem pendidikan Indonesia.
Dalam acara ini, jarak yang selama ini terbentuk dari
ketidakpahaman orang tua dan kesan ekslusif dan elit yang seakan menjadi
identitas sekolah, lembaga pendidikan, terutama dari Kementrian Pendidikan,
pupus dengan sendirinya. Sebagai orang tua, saya akhirnya menyadari kalau mindset pelibatan keluarga ini
sungguh-sungguh layak untuk disebarluaskan.
|
Terima kasih, panitia yang tidak pernah kehabisan energi. |
Pada akhirnya, acara Malam Apresiasi Pendidikan Keluarga ini
menjadi satu pemacu bagi saya untuk menjadi orang tua yang lebih baik lagi, blogger yang lebih baik lagi, dan tentu
saja, tetap berpengharapan pada pendidikan Indonesia. Makin banyak orang yang
peduli, semoga ini semakin memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia. Dimulai dari
keluarga, lalu ke sekolah.
Jika kualitas pendidikan dalam negeri sudah baik, tentu
kualitas generasi penerus kita tidak akan kalah dari anak-anak lulusan luar
negeri, bukan? :)
Iya terharu banget semangat kawan-kawan dan panitia untuk mendukung pendidikan yang lebih baik, lebih baik langkah-langkah kecil daripada diam saja
BalasHapus