Kampanye Capres-Cawapres
masih terus berlangsung. Sayangnya, hingga kini banyak isu yang belum
dimasukkan dalam program kampanye. Salah satunya, isu mengenai kesejahteraan
dan keadilan terhadap kaum perempuan. Meski Cawapres salah satu Paslon menargetkan
pemilih ibu-ibu, hingga kini belum ada program pro perempuan yang digaungkan
untuk menarik perhatian. Padahal, alih-alih hanya mengandalkan ketampanan dan
rayuan menarik hati, para Paslon seharusnya mengajukan program yang berarti
untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi perempuan, terutama perempuan-perempuan yang terpinggirkan.
|
Perempuan yang hanya jadi aksesori politik. gambar dari situs berbagi gratis pixabay.com |
10 Agustus 2018 lalu,
Sandiaga Uno melontarkan pidato mencerahkan dalam proses pendaftaran ke KPU.
Sandiaga menyebutkan istilah ‘Partai Emak-emak’ dalam salah satu janji
politiknya. Dalam janji tersebut, Sandiaga menjanjikan akan berjuang untuk
partai emak-emak. Sandiaga mengatakan, “Kami ingin harga-harga terjangkau. Kami
ingin harga-harga pangan stabil. Kami ingin percepatan pembangunan dengan
pemerintahan yang bersih.”
Keinginan tersebut tentunya
adalah keinginan yang mulia. Harga-harga adalah salah satu masalah krusial yang
sering menyulitkan para emak-emak. Jika masalah tersebut terselesaikan,
tentunya masalah-masalah lain akan menyusul dibereskan secara bertahap.
Sayangnya, hingga artikel
ini dipublikasikan, belum ada janji dan program kampanye lain yang lebih
membeberkan visi dan misi perjuangan terhadap nasib kaum perempuan, terutama
perempuan yang terpinggirkan.
|
Grafik kampanye Capres 2019
sumber: Iklancapres.id |
Grafik Kampanye Media Sosial
di situs iklancapres.id memperlihatkan: hanya ada 27 kampanye terkait perempuan
dari kubu Paslon 02 (Prabowo-Sandiaga Uno), sementara dari Paslon 01
(Jokowi-Ma’ruf Amin) hanya memberi 10 kampanye, lebih sedikit dari kubu Paslon
02.
Padahal, hingga kini ada banyak masalah terkait perempuan yang
perlu penanganan secara lebih serius. Banyak perempuan yang terpaksa menghadapi
berbagai permasalahan sendirian. Sementara masyarakat, pemerintah, bahkan hukum
tidak sanggup memberikan perlindungan.
Perempuan-perempuan ini di
antaranya:
1.
Perempuan
Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga
Februari tahun 2018 lalu,
Koordinator Bidang Pemantauan Komisi Nasional Perempuan, Dewi Ayu Kartika Sari
mengatakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) selalu menjadi kasus terbanyak
yang diadukan setiap tahun. Menurut Dewi, jumlah kasus KDRT yang diadukan
selama tahun 2017 sekitar 300 ribu kasus. Alasan utama pendukung kekerasan ini,
menurut Dewi, terjadi karena di Indonesia masih ada budaya patriarki.
|
Masih banyak yang menganggap perempuan mendapat KDRT karena kesalahannya sendiri.
Gambar dari situs berbagi gratis pixabay.com |
Sementara itu, Direktur LBH
APIK Veni Siregar mengatakan, sistem hukum di Indonesia masih tidak adil
terhadap perempuan. Struktur hukum, aparat penegak hukum, belum seluruhnya
memiliki perspektif korban perempuan. Dari sejumlah kasus yang ditangani LBH
APIK, sering kali ditemukan berbagai kendala hukum, terutama di pengadilan
terkait kekerasan terhadap perempuan. Keputusan dari pengadilan malah sering
kali tidak mempertimbangkan kepentingan korban. Korban kekerasan mengalami
reviktimisasi, dikriminalkan, atau dianggap bertanggung jawab atas kekerasan
yang dialaminya.
Sumber:
2.
Janda
Miskin yang Jadi Kepala Keluarga
Pada tahun 2014 saja, data
survei yang dilakukan Pemberdayaan perempuan Kepala Keluarga (PEKA)
menunjukkan, sebanyak 24 persen atau hampir seperempat dari jumlah keluarga
yang ada dan tersebar di Indonesia, dipimpin janda.
"Secara nasional,
survei 2014, di 111 desa pada 17 provinsi. Kami dapat data, 24 persen keluarga
dengan kepala keluarga janda dan sejenisnya. Dengan catatan, data yang kami
gunakan unit keluarga bukan Kepala Keluarga (KK)," ucap pendiri sekaligus
Direktur Sarekat Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKA), Nani Zulminarni.
|
Janda yang sendirian memikul beban keluarga.
Gambar dari situs berbagi gratis pixabay.com |
Yang lebih miris, hampir 60
persen janda tersebut hidup di bawah garis kemiskinan. Sudah miskin, dalam
status sosial, janda acap kali dikaitkan dengan konotasi negatif. Selain mendapat
tekanan perekonomian, para janda juga menghadapi penghakiman masyarakat.
Sumber: https://www.merdeka.com/peristiwa/lsm-hampir-seperempat-kepala-keluarga-di-indonesia-adalah-janda.html
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/18/01/21/p2w4v9396-ratusan-ribu-kasus-perceraian-terjadi-dalam-setahun
3.
Perempuan Korban Perceraian/Poligami
Hingga kini, edukasi berumah
tangga tidaklah seimbang dengan kampanye menikah dini dan poligami yang gencar
dilakukan segelintir influencer terutama yang berbasis agama.
Menteri Agama Lukmanul Hakim
Saifuddin mengatakan, tahun 2017 lalu inisiatif perceraian juga banyak yang datang dari kaum perempuan.
Beberapa kasus terkait
poligami juga terjadi. Dari pembunuhan suami, pembunuhan istri tua, dan
seterusnya. Tentunya, ada berbagai faktor yang mendorong terjadinya tindak
kriminalitas. Sayangnya, hingga kini belum ada peraturan pasti yang menjamin
keadilan bagi para perempuan yang dipoligami.
Artikel-artikel terkait:
http://bangka.tribunnews.com/2018/12/31/istri-muda-nekat-racuni-suami-tapi-yang-jadi-korban-malah-istri-tua
https://radarbali.jawapos.com/read/2018/12/29/110808/gagal-bunuh-suami-racuni-istri-tua-istri-muda-di-tabanan-diringkus
Terkait pernikahan dini,
laporan Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan BPS pada
2015 juga menyebutkan, bahwa terdapat 20 provinsi dengan prevalensi perkawinan
usia anak yang lebih tinggi dibanding angka nasional (22,82 persen).
Lima provinsi dengan angka
prevelensi terbesar yakni Sulawesi Barat (34,22 persen), Kalimantan Selatan
(33,68 persen), Kalimantan Tengah (33,56 persen), Kalimantan Barat (33,21
persen), dan Sulawesi Tengah (31,91 persen).
https://www.idntimes.com/news/indonesia/masdalena-napitupulu/miris-pernikahan-anak-usia-dini-meningkat-di-indonesia
Sayangnya, alih-alih
mempersiapkan pembinaan hidup berkeluarga atau edukasi yang seimbang antara
calon suami dan calon istri, lagi-lagi tanggung jawab ditimpakan kepada kaum
perempuan. Hal ini terutama pernah disampaikan oleh Wakil Walikota Bandung
Barat, Hengky Kurniawan dengan pernyataannya tentang sekolah ibu.
Hengky awalnya menyebutkan
tentang angka kasus perceraian. Jika dirata-rata, kata Hengky, ada 9-10 orang
yang mendaftarkan perceraian tiap hari.
"Ini menjadi masalah
yang serius bagi kami Pemerintah Kabupaten Bandung Barat. Insyaallah di tahun
2019 kami meluncurkun program 'Sekolah Ibu'," kata Hengky seperti dikutip
dari Instagram resminya, @hengkykurniawan, Minggu (30/12/2018).
"Tujuan didirikannya
sekolah ibu untuk memberikan pemahaman tentang berumah tangga, bagaimana
menghadapi suami, bagaimana berkomunikasi dengan anak-anak kita yang beranjak
dewasa dan banyak materi lainnya yang nanti akan diajarkan di Sekolah Ibu.
Insyaallah 'Sekolah Ibu' tidak akan membosankan. Ibu-ibu makin sayang suami,
kompak dengan anak, dan tentunya keluarga akan lebih bahagia. Insyaallah,"
sebut Hengky sambil me-mention akun @aa.umbara, @ridwankamil, @humas_kbb, dan
@bimaaryasugiarto.
Pada akhirnya, meski
mendapat kecaman, ide sekolah tersebut tetaplah menyasar kaum perempuan saja
dengan tujuan membuat perempuan-perempuan lebih mampu dan mau mempertahankan rumah
tangga.
Sumber:
https://www.idntimes.com/news/indonesia/irfanfathurohman/program-sekolah-ibu-hengky-kurniawan-komnas-perempuan-patriarki/full
https://news.detik.com/berita/4364378/menengok-sekolah-ibu-di-kota-bogor-yang-jadi-acuan-hengky-kurniawan
https://news.detik.com/berita/4364306/hengky-kurniawan-jawab-kontroversi-sekolah-ibu-tak-menyalahkan-ibu
4.
Perempuan
Korban Perkosaan
Pada tahun 2016, VOA
Indonesia mengungkapkan, sekitar 93% kasus perkosaan tidak dilaporkan.
https://www.voaindonesia.com/a/survei-93-persen-pemerkosaan-tidak-dilaporkan/3434933.html
Kasus terkini adalah ketika
seorang mahasiswi UGM diperkosa, mahasiswi ini justru mendapat perlakuan tidak
simpatik dari kampusnya sendiri. Kasus ini
baru mencuat ketika ada petisi yang jadi viral. Pada akhirnya, kasus ini
berakhir damai dan pelaku hanya diharuskan melakukan konseling.
http://www.tribunnews.com/section/2018/11/07/fakta-fakta-kasus-pemerkosaan-mahasiswi-ugm-kronologi-hingga-petisi-online
Sayangnya, meski ada angin
segar melalui RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU ini sendiri masih diperdebatkan
karena diduga bertentangan dengan Pancasila dan agama.
https://nasional.tempo.co/read/1173116/pks-tolak-ruu-penghapusan-kekerasan-seksual
Mengenai draft RUU
Penghapusan Kekerasan Seksual bisa dilihat di sini : http://www.dpr.go.id/doksileg/proses2/RJ2-20161111-040327-4431.pdf
5.
Perempuan
Penderita Gangguan Jiwa
Dewan pakar Badan Kesehatan
Jiwa (Bakeswa) Indonesia, dr Nova Riyanti Yusuf, mengungkapkan, penelitian yang
dilakukannya menunjukkan, wanita mengalami masalah emosional empat kali lipat
dibandingkan pria. Parahnya, sakit jiwa yang sudah akut ini umumnya akan
diselesaikan dengan tindakan bunuh diri.
https://www.beritasatu.com/nasional/515820-kalangan-wanita-paling-banyak-alami-gangguan-jiwa.html
Perempuan-perempuan
penderita gangguan jiwa ini umumnya diabaikan. Meski banyak juga berita
mengabarkan para perempuan ini melahirkan di tempat-tempat tidak layak. Tidak jelas
bagaimana para perempuan ini hamil atau di manakah bapak dari jabang bayinya.
Sumber:
https://www.google.com/search?q=perempuan+gangguan+jiwa+melahirkan&oq=perempuan+gangguan+jiwa+melahirkan&aqs=chrome..69i57j0l5.7677j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8
Sayangnya, lagi-lagi hingga
kini belum ada program perlindungan bisa diberikan pada perempuan penderita
gangguan jiwa terutama yang menjadi miskin karena dibuang keluarganya.
Waktu kampanye masih berlangsung. Semoga saja para Paslon bisa mencetuskan program kerja nyata dalam
memberi keadilan dan perlindungan kepada perempuan-perempuan yang terpinggirkan
ini. Bagaimanapun, perempuan-perempuan ini juga bagian dari rakyat Indonesia dan bangsa Indonesia.
#RakyatCerdasMemilih
Penulis:
Putu Felisia
Novelis dan Blogger
Bagus ni mbak, programnya semoga terwujud ya agar perempuan Indonesia lebih aman dan dilindungi..
BalasHapusBetul betul.. Setuju.. Semoga para perempuan Indonesia makin terlindungi..
HapusTerima kasih, Mbak. Amiiin. Semoga terjadi 😍
HapusAmiiin. Berharap ada perlindungan, yaa...
Hapus