Minggu, 28 Mei 2023
Menjadi orang tua bukanlah hal mudah. Tradisi dan budaya yang kerap mendoktrin anak agar selalu berbakti dan patuh 100% kepada orang tua juga membuat banyak orang tua enggan mengupgrade diri. Orang tua sering berpikir kalau pengalaman mereka di masa lalu sudah benar dan mereka tinggal meneruskan apa yang diterima dari orang tua mereka, termasuk di antaranya metode fear based parenting.
Apa itu metode fear based parenting? Dan apa dampaknya bagi
anak-anak? Yuk, kita bahas bareng-bareng ^^
Fear Based Parenting: Pengasuhan Penuh Rasa Takut
Orang tua yang menerapkan fear based parenting dalam
mengasuh anak mengandalkan rasa takut dan intimidasi untuk mengendalikan dan
mendisiplinkan anak. Ini melibatkan penggunaan dongeng, ajaran agama yang
dipelintir, ancaman, hukuman, dan kritik keras sebagai sarana untuk membentuk
perilaku.
Dengan menggunakan fear based parenting, orang tua
mengharapkan seorang anak yang patuh dan taat sepenuhnya, alih-alih membina
hubungan emosional yang sehat dengan anak-anak mereka.
Beberapa contoh fear based parenting dalam kultur Indonesia
Dongeng tentang anak durhaka yang dikutuk orang tuanya
(sampai saat ini saya belum menemukan dongeng tentang dampak menjadi orang tua
toxic).
Di balik Malin Kundang:
Toxic Parents atau Anak Durhaka?
Kalimat dalam lagu anak seperti Nina Bobo: “Kalau tidak
bobo, digigit nyamuk”.
Menakut-nakuti anak dengan awas nanti dicari hantu, disuntik
pak dokter, diculik pemulung, dan sebagainya.
Mengapa Orang Tua Menggunakan Fear Based Parenting?
1. Pengaruh budaya dan masyarakat: Praktik fear based parenting dapat berakar dalam pada norma budaya dan masyarakat. Beberapa komunitas mungkin memprioritaskan disiplin dan kepatuhan yang kaku dan ketat. Hal ini terjadi karena mereka meyakini bahwa ketaatan dan kepatuhan pada otoritas diperlukan untuk kesuksesan seorang anak dan penerimaan masyarakat.
2. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan parenting: Orang
tua yang tidak memiliki strategi atau alat pengasuhan yang efektif dapat
menggunakan fear based parenting sebagai cara mendisiplinkan anaknya. Tanpa mengetahui
metode alternatif lain, mereka mungkin secara tidak sengaja mewariskan siklus
fear based parenting kepada generasi-generasi selanjutnya.
3. Ketakutan akan hal yang tidak diketahui: Mengasuh anak
bisa membuat kewalahan, dan ketakutan akan ketidakpastian dapat menyebabkan
beberapa orang tua memilih menggunakan fear based parenting. Dengan berusaha
mengendalikan setiap aspek kehidupan anak mereka, para orang tua ini berusaha
melindungi anak-anak mereka dari potensi bahaya atau kegagalan.
4. Pengalaman pribadi: Orang tua yang telah mengalami
sendiri fear based parenting mungkin secara tidak sadar meniru pola ini. Metode
yang digunakan pada mereka selama masa kanak-kanak mereka sendiri dapat
memengaruhi gaya pengasuhan mereka kepada anak-anaknya.
Dampak Fear Based Parenting
1. Dampak emosional: Pengasuhan berbasis rasa takut dapat
menimbulkan konsekuensi emosional yang mendalam pada anak-anak. Ketakutan dan
kecemasan yang terus-menerus dapat menyebabkan anak-anak memiliki harga diri
yang rendah, rasa minder, dan ketidakmampuan untuk menjalin hubungan emosional
yang sehat. Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan penuh rasa takut mungkin
akan selalu sulit memiliki trust, mengekspresikan diri, dan membangun hubungan
yang aman.
2. Menghambat Kemandirian dan Kreativitas: Fear based
parenting cenderung melumpuhkan pemahaman akan otonomi diri dan kreativitas
anak. Ketakutan terus-menerus akan hukuman atau ketidaksetujuan dapat mencegah
anak-anak untuk mengeksplorasi minat mereka. Anak akan takut mengambil risiko atau
mengekspresikan individualitas mereka. Karena itu, fear based parenting dapat
menghambat pertumbuhan pribadi anak dan membatasi kemampuan mereka untuk
berpikir secara mandiri.
3. Mengganggu Kemampuan Memecahkan Masalah: fear based
parenting seringkali berfokus pada kepatuhan absolut dan mengabaikan pengajaran
tentang menyelesaikan konflik dan membuat keputusan yang tepat. Hal ini dapat
menghambat kemampuan anak untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah,
pemikiran kritis, dan ketahanan, karena mereka bergantung pada figur otoritas
eksternal untuk bimbingan.
Orang tua yang maunya menang sendiri:
4. Renggangnya hubungan orangtua-anak: fear based parenting
dapat merenggangkan hubungan orangtua-anak. Ketika anak-anak mengasosiasikan
orang tua mereka dengan rasa takut dan hukuman, mereka akan sulit membangun kepercayaan
dan komunikasi. Hal ini dapat mengakibatkan berkurangnya kedekatan emosional.
Hubungan antara orang tua dan anak akan tegang, dan orang tua juga menjadi
kurang mendukung saat anak menghadapi tantangan atau mencari bimbingan.
5. Dampak Jangka Panjang: fear based parenting dapat
berdampak pada anak-anak bahkan hingga dewasa. Metode Pengasuhan ini dapat
menyebabkan masalah seperti gangguan kecemasan, depresi, dan kesulitan
membentuk hubungan yang sehat. Bekas luka emosional yang ditinggalkan oleh fear
based parenting dapat menjadi sangat menantang untuk diatasi dan mungkin
memerlukan intervensi profesional.
Kesimpulan
Semoga dengan mengenali dampak fear based parenting bisa
mendatangkan kesadaran pada orang tua bahwa memilih metode parenting yang baik
sangatlah penting. Dengan adanya kemajuan informasi di internet, orang tua
dapat mencari metode-metode yang mengutamakan empati, rasa hormat, dan
komunikasi terbuka antara orangtua dan anak. Pengasuhan yang menguatkan secara
positif, mengajarkan boundaries, dan menggunakan “hukuman” yang sesuai usia
akan membuat anak merasa nyaman dalam lingkungan parenting yang suportif.
Referensi:
https://courageousparenting.com/episodes/5-signs-you-might-be-a-fear-based-parent/
https://cw.liveyourtruth.com/parenting-fears/
https://www.lifehack.org/909488/fear-based-motivation
Penting sih ini, kadang orang tua lepas kontrol pas ngawasain dan ngajarin anak. Metode parenting yg baik akan membiasakan anak bersifat baik jg
BalasHapusMenjadi orang tua memamng perlu banyak belajar, bukan hanya belajar dari yang terdahulu, namun belajar bagaimana agar yang tidak tepat pada kita dulu, tidak terulangi oleh kita kepada anak-anak
BalasHapusMengasuh anak bukan perkara mudah memang tidak mudah. Membutuhkan effort, membutuhkan kesabaran dalam setiap prosesnya. Bersyukur saat ini kita bisa tahu dna dapat pemahaman bagaimana mendidik anak kita
BalasHapusah terima kasih ilmu parenting saya nambah lagi, saya sering melihat hal seperti ini di lingkungan saya, dan saya juga tidak sepakat dengan konsep parenting ini, duuh beruntung sekali saya tahu banyak sebelum mempunyai anak, jadi orang tua itu harus banyak sekali ilmunya
BalasHapusSerem banget kalau anak harus diberi rasa takut dan intimidasi. Jadi orang tua malah membuat naknya terkucilkan sendiri dan tentu jadi tidak percaya diri melakukan banyak hal. Harus dihindari
BalasHapusDampak buruk dari fear based parenting ini lumayan banyak juga ternyata, ya, bahkan sampai berjangka panjang. Jadi reminder banget untuk berhati-hati lagi dalam mendidik dan mengasuh anak-anak, jangan sampai termasuk kategori fear based parenting ini
BalasHapusSedihnya kalau di era modern seperti sekarang masih ada yg menerapkan fear based Parenting.
BalasHapusSepengalamanku ada 2 reaksi anak. Pertama dia jadi penakut dan tukang galau sampai susah bikin keputusan sendiri. Kedua dia jadi rebel dan mencari pelampiasan di luar.
Beneran kak dulu ada yg kritik aku kenapa manggil anak kok sayang. Dikira terlalu manjain. Padahal ya gak gitu. Parenting ga harus galak kan?
terimakasih sharingnya mba. ya Allah semoga saya dan suami bisa jadi orangtua yg baik untuk anak-anak kami
BalasHapusIya ya Kak, jadi kepikiran deh kalau selama ini, beberapa cerita rakyat pun mengajarkan betapa mengerikannya kalau "berbuat nakal" sama orangtua padahal ada masanya kan orangtua pun nggak selalu benar dan tepat. Kalau dibilang, membuat anak "takut" pada sosok orangtua itu bisa membentang jarak antara anak dan orangtuanya di kemudian hari, itu benar-benar terjadi sih. Nggak jarang anak jadi ogah dekat-dekat, apalagi buat curhat.
BalasHapusbiasanya kalau kayak gitu anak jadi takut dan ngga mau terbuka ya kak, semoga kita ngga memilih pengasuhan yang demikian aamiin
BalasHapusKebanyakan orang tua di desaku masih banyak menggunakan fear based parenting deh kayaknya. Termasuk om dan tanteku. Masih suka menakut-nakuti bila si anak nggak mau melakukan apa yang diperintahkan.
BalasHapusMungkin saya dulu dibesarkan dengan pola asuh ini. Saya tidak dibiarkan punya pendapat/keinginan sendiri dan harus nurut apa pun yang dikatakan orang tua.
BalasHapusSetuju nih sama tulisan di artikel ini, orang tua jaman sekarang memang kudu mempertimbangkan cara parenting terbaik untuk anak yang disesuaikan juga dengan kebutuhan anak.
BalasHapusFeqr based ini gak bagus ya buat mental si anak kedepannya. Lebih banyak negatifnya ternyata.
BalasHapusSaat ini anak anaknya juga kritis dan kalau ada yg tidak masuk logika mereka, pasti langsung banyak tanya. Hahaha... Lain jaman lain pula generasinya ya
BalasHapusKalau anak sekarang, kayaknya nggak mempan hanya ditakuti dan diancam
BalasHapusMereka kritis lho
Dan nggak bagus juga ya kalau mengasuh anak pakai ancaman
Setuju banget sih meski ga perlu pake metode nakut2in sih kalo aku. Aku lbh suka logika. Jd anak biar berpikir logis utk melakukan sesuatu. Kalo ditakut2in malah anak nggak PD dgn dirinya, merasa ketakutan dan ga mau bersosialisasi dgn teman.
BalasHapuswah ini emang gak banget deh dan aku pun sebagai org tua ga suka jg dgn metode kaya gini utk mendidik anak, ternyata bikin trauma membekas ya
BalasHapusSetuju sih ini jadi kayak kebawa budaya atau pembiasaan dari ortu generasi terdahulu. Saya pun kadang kelepasan menakuti anak, tapi langsung saya ubah lagi kalimatnya
BalasHapusAnak-anak dengan fear based parenting pastinya memiliki trauma atau inner child yang bisa-bisa aja sembuh, namun membutuhkan bantuan tenaga ahli yang membuatnya tidak menurunkan kebiasaan pengasuhannya ke anak keturunannya kelak.
BalasHapus