Minggu, 21 April 2024
Sebelumnya, saya ingin mengucapkan Selamat Hari Kartini. Biasanya, di Hari Kartini saya akan menuliskan beberapa pendapat tentang kehidupan perempuan. Tapi, sekarang, saya ingin membahas hal lain yang tentunya masih berkaitan dengan perempuan.
Beberapa waktu lalu, saya mendengar sebuah kalimat yang
cukup mengena di hati saya. Kalimat itu berbunyi: “Perempuan tidak pernah
mengetahui kesulitan hidup sampai saatnya menikah. Benarkah begitu?
Jika dipikir lagi, sebagian kalimat ini ada benarnya juga.
Seorang perempuan yang memiliki jati diri dan identitas harus merelakan banyak
hal saat ia telah menikah. Hal ini bisa terjadi karena ketidaktahuan dan
kurangnya edukasi mengenai pernikahan.
Alasan yang Salah
Beberapa waktu lalu, ada satu konten yang menarik di Tiktok.
Konten tersebut menanyakan, apa penyesalan terbesarmu sepanjang hidup. Tak diduga,
sebagian besar perempuan mengatakan kalau penyesalan terbesar mereka adalah
pernikahan.
Saya sendiri sempat merenungkan penyesalan di masa lalu ini.
Dan setelah dipikirkan lebih lanjut, ada doktrin-doktrin yang secara tidak
sadar membuat saya (dan banyak orang lainnya) menganggap inilah tujuan
pernikahan itu:
1. Menikah =
Pemuasan Hasrat Secara Legal
Ada berapa banyak orang yang percaya kalau ‘lebih baik nikah daripada zinah’?
2. Menikah =
Hidup Bahagia Selama-lamanya
Banyak dongeng dan fiksi romantis mengisahkan kalau tokoh-tokoh mereka akan hidup bahagia selamanya setelah menikah. Dari sini juga muncul orang-orang dengan sindrom Cinderella yang selalu bergantung pada pasangan atau Syndrom Peter Pan yang kekanak-kanakan dan tidak pernah dewasa.
Tentu saja, orang yang menaruh harapannya pada ilusi dongeng
sangat rawan kecewa. Dengan demikian, rumah tangga yang ada tidak akan pernah
memuaskan.
3. Menikah =
Menyerahkan Diri untuk Diurus Pasangan
Beberapa perempuan terlanjur terjebak dengan pola pikir kalau
hidup mereka akan diurus sepenuhnya oleh pasangan. Padahal, di Indonesia
sendiri masih sangat menjunjung pola patriarki di mana lelakilah yang harus
diurus dan dimanjakan istrinya.
Tentu saja, hal ini membuat banyak perempuan yang kemudian menjadi
stres. Apalagi, ketika lingkungan justru memaksa mereka menjadi tulang punggung
sementara laki-laki mereka tinggal berteriak untuk meminta dilayani.
4. Menikah =
Laku
Kadangkala, gosip di lingkungan itu sedemikian mengerikan. Apalagi kalau ada even hari raya seperti Idulfitri. Pertanyaan kapan nikah akan selalu datang dan tak jarang diiringi tudingan 'tidak laku'.
Perlu digarisbawahi kalau perempuan dan laki-laki adalah
manusia, bukan barang yang diperjual belikan. Pemikiran seperti ini sangat
berbahaya sebab tak jarang ada laki-laki dan keluarganya yang menganggap
menikahi seorang perempuan sama dengan membeli perempuan itu lalu mereka berhak
memperlakukan perempuan itu sesuka mereka.
Nggak mau kan diperlakukan seperti barang oleh pasangan dan
keluarganya?
5. Menikah =
Menyambung Keturunan
Beberapa orang tua masih menganggap anak sebagai aset. Karena
inilah muncul istilah ‘generasi sandwich’. Ini juga menyebabkan banyak orang
resah tidak memiliki pasangan dan anak karena khawatir tidak ada yang membiayai
dan mengurus mereka di masa tua.
Padahal, hal ini bisa dicegah dengan perencanaan keuangan dan menyiapkan dana pensiun sedari muda.
Pentingnya Memiliki Visi Pernikahan
Tidak semua rumah tangga bahagia, demikian juga sebaliknya.
Tidak semua rumah tangga berantakan dan penuh pertengkaran. Di sinilah visi
pernikahan sangat penting, tidak hanya bagi perempuan, tapi juga bagi pasangan,
dan keluarga masing-masing.
Pernikahan bukan hanya soal cinta, tetapi juga soal
komunikasi. Merencanakan sebuah visi pernikahan akan memungkinkan pasangan
untuk berbicara tentang harapan, impian, dan ekspektasi di masa depan.
Penting sekali untuk saling memahami nilai-nilai, keinginan,
dan kebutuhan masing-masing. Dengan memiliki visi bersama, pasangan akan
memiliki gambaran jelas tentang apa yang ingin dicapai bersama dalam kehidupan
pernikahan.
Jadi, visi ini bukan hanya sekedar impian atau harapan,
tetapi sebuah panduan yang mengarahkan keputusan, tindakan, dan komitmen
sehari-hari.
Dengan berkomitmen pada visi pernikahan, pasangan
suami-istri dapat menciptakan kehidupan yang penuh makna, cinta, dan
kebahagiaan dalam perjalanan pernikahan. Sebuah pernikahan yang sukses adalah
pernikahan yang dikelola dengan visi dan komitmen yang kuat!
Selalu ingat, bahwa sebuah pernikahan yang sukses dimulai
dengan perencanaan yang baik! Karena itu, jangan pernah ragu untuk memilih
pasangan yang tepat dan mendiskusikan visi pernikahan di masa depan!
Merasa terharu membaca artikel ini, karena saya belum menikah dan masih berharap mendapatkan pasangan yang mau berdiskusi dari awal tentang arah pernikahan kami nantinya mau ke mana. Karena, saya melihat banyak contoh di sekitar saya (keluarga) yang meributkan hal-hal tidak penting yang seharudnya itu sudah selesai atau jadi kesepakatan awal sebelum menikah.
BalasHapusSaya setuju, bagi seorang perempuan, saat akan lanjut ke jenjang pernikahan, harus memantapkan hati dulu, agar tidak ada "Hal yang paling disesalkan dalam hidup ini adalah menikah". Makanya perlu sekali bicara dengan calon suami dari hati ke hati mengenai banyak hal, termasuk visi pernikahan.
BalasHapusNah, itu anggapan yang bilang kalau menikah berarti laku. Jodoh, rezeki, dan maut kan urusan Sang Pencipta. Mana ada sih yang mau dianggap barang.
BalasHapusKaget juga kalau banyak yang menyesal karena menikah. Semoga semua orang menemukan jodohnya dan bahagia bersama jodohnya tersebut hingga akhir hayat
bener banget kak. Menikah memang perlu komunikasi bahakn dari sebelum menikah. Banyak yang harus dikomunikasikan dengan pasangan. jangan juga menaruh harapan yang terlalu tinggi pada pasangan. Perempuan harus bisa memilih pasangan yang tepat
BalasHapusIyaa Kak Felis. Seharusnya sebelum nikah emang menyamakan sudut pandang dan visi-misi antara calon mempelai pria dan wanita, jadi pas udah nikah gak bikin bertengkar terus.
BalasHapusmenikah itu tentunya butuh persiapan yang matang dan komitmen dari kedua belah pihak agar nanti bisa mampu melewati lika-liku kehidupan bersama
BalasHapusBaru aja aku bahas soal pernikahan sama temanku. Jadi, ibu temanku ini punya ungkapan (yang bermaksud sebagai guyonan) soal anaknya yang harus berdandan karena dia masih akan dijual (dinikahkan) sama ibunya.
BalasHapusYah, meski sekedar guyonan kok konotasinya jadi gimana gitu ya. Hehehe
Buat yang sudah menikah, bangun komunikasi yang lebih baik lagi dengan pasangan dan keluarga. Buat yang belum menikah, semoga langkah terbaik bisa disusun dari sekarang sehingga pernikahan impian bisa tercapai bersama orang yang tepat
BalasHapusMenikah urusan yang sangat sakral. Ga bisa dibuat mainan. Sayang sekali dewasa ini pernikahan terkadang hilang sakralnya karena adanya kekurangan dalam menjaga niat. Buat becandaan juga. Padahal setiap yang keluar dari lisan adalah doa
BalasHapusSedih banget mengetahui banyak yang menyesal menikah. Itu berarti harapannya tentang pernikahan tidak terwujud, ya. Banyak faktor yang perlu disiapkan agar hal tersebut tak terjadi
BalasHapusSempat ngikutin di medsos tentang penyesalan menikah itu dan lumayan agak syok juga, ternyata banyak ya orang yang menjadikan pernikahan sebagai hal yang disesali dalam hidup. Mudah-mudahan jadi bahan pembelajaran untuk teman-teman yang belum menikah agar benar-benar mempersiapkan diri jiwa dan raga sebelum memutuskan untuk masuk ke jenjang pernikahan
BalasHapusBerarti perlunya niat yang jelas nikah itu untuk apa ya. Karena dampaknya besar juga kedepannya bila salah niat dari awal
BalasHapusBanyak juga sebenarnya yang bingung dengan visi pernikahan mereka.. saya sendiri pun waktu akan dipandang juga nggak memikirkan visi pernikahan, kecuali menggenapkan separuh agama yg ga paham juga waktu itu apa, kecuali sampai ikut kuliah nikah hehehe.. dan di tengah perjalanan pun gak gampang jadi harus ingat visi itu kembali..
BalasHapusSebal sih sebenarnya dengan istilah menikah itu tandanya kalau seseorang, terutama perempuan nih, sudah laku. Lah, sejak kapan anak manusia apalagi perempuan yang sesungguhnya di dalam rumah tangga punya peran besar begitu, diibaratkan sebagai barang dagangan. Sepakat banget kalau menikah itu perlu diawali dengan menyamakan visi. Soalnya kan, waktu yang dihabiskan bersama akan lebih panjang dan entah sampai kapan.
BalasHapusMeskipun kita merasa sebal setengah mampus. Nyatanya, istilah itu kayak sudah melekat di lingkungan kita.
HapusMakanya, saat anak gadis yang baru lulus sekolah menengah, si orang tua sudah panik bila tidak ada orang yang melamar.
Beberapa anak ya manut saja dengan senang hati. Tapi beberapa di antara lainnya, pasti ada yang sebenarnya masih ingin sekolah dan lain-lain.
Jadi, jarang sekali ada contoh di sekitarku yang membahas visi pernikahan sebelum menikah.
Sebelum menikah perlu sekali ada pembicaraan ttg visi misi pernikahan. Jgn hanya sekadar suka saja. Kalau ternyata visi misi pernikahan antara pasangan berbeda,nanti bisa jadi mempengaruhi pernikahan dan bisa berakhir perceraian.
BalasHapusIbarat sebuah kereta, suami bak masinisnya. Dan istri sbg pemeriksa tiket. Ga mgkn donk masinisnya mau ke Bandung, tp pemeriksa tiketnya ingin ke Surabaya. Inilah pentingnya visi keluarga dlm pernikahan. Harus satu visi utk mencapai tujuan bersama.
BalasHapusSetelah baca ini, aku makin males untuk menikah (lagi). Sudah nyaman sebagai single parent. Tapi tetap sih berdoa semoga mereka yang menikah benar-benar bahagia bersama dalam kesetaraan. Bukan satu doang yang bahagia dan satu lagi menderita.
BalasHapusbener banget, pernikahan itu juga perkara komunikasi yang harus dibangun, visi misi beda mungkin bisa disatukan seiring waktu asal ada komunikasi ya
BalasHapusKomunikasi jadi kuncinya ya kak dalam sebuah hubungan. Apalagi ini pernikahan yang jangn sampe misskom
HapusSepakat mba, mungkin sebenarnya bukan menikah ya yang buat mereka menyesal, tapi bertemu orang yang kurang tepat.
BalasHapussaya pernah menulis artikel seperti ini di blog pribadi saya dan mostly yang komen nyinyir sih, hahahaha. mungkin cara menulis yang kurang enak dibaca atau terlalu jujur. but saya gak gak nyesel karena saya yakin dalam hati ada yang sebagian relate. dan menurut saya hal ini wajar. bukan menyesal pada menikah dengan siapanya tapi lembaga pernikahan itu sendiri yang diluar ekspektasi dan bayangan sebelum menikah.
BalasHapusbut its the past, saya rasa itu proses ya begitu juga setiap pasangan menikah. intinya sih ternyata komunikasi dan mau menurunkan ego. itu aja tapi itupun buat pasangan lain gakm mudah.
Jadi penasaran tulisan yang mana punya Teh Eka yang sampai dikomentari julid oleh warganet... hahahaha. Tapi ya begitulah kita di negeri ini, tulisan kita harus siap direspon dengan berbagai komen ala-ala +62 yang kadang asal keluar tanpa mempertimbangkan benar atau salahnya, apalagi etikanya
HapusBut we hope pernikahan bisa menjadi salah satu jalan untuk kita beribadah, ibadah paling lama dalam hidup. Untuk itu memang benar, sangat dibutuhkan visi yang matang sebelum masuk ke jenjang pernikahan ini
Nah ini yang saya maksud. kalau suatu saat nanti menikah, pengennya karena visi misi yang sudah jelas. Bukan karena keburu-buru nurutin omongan tetangga julid. Dan bener juga di Indonesia tuh patriatkinya masih kental banget.
BalasHapusBanyak juga aku baca, yang membuat kecewa karena pasangannya tidak sesuai ekspektasi. Ada yg berharap, sebagai istri/suami nanti bisa mengubah perilaku pasangan. Lah, walaupun demi cinta, aku kok engga percaya, seseorang bisa berubah. Udah bawaan masing-masing, tinggal kita bisa menerima atau engga sih...
BalasHapusini jadi semacam pengingat buat pasangan menikah ya, kalau menikah itu mesti sevisi. karena pernikahan itu ibadah yang panjang, jangan sampai yang panjang ini membosankan
BalasHapusJangan2 ada yg nikah karena males ditanya kapan nikah kapan nikah ya? Padahal mentalnya belum siap.
BalasHapusIyaa juga kak Felis. Banyak yg fokus ke wedding party megah dan ingin love happily ever after. Padahal justru hbs nikah itu tantangan udh ada di depan mata.
"Momok" pernikahan juga kadang berlebihan dihabas deh. Padahal kan, semua tergantung visi bersama. Yah syukur² bisa saling ngerti, tapi pasti ada aja lah ribut² kecil, dan harusnya bisa cepat tersolusikan.
BalasHapusMenikah itu menyenangkan asal bersama orang yang tepat hehehehe.. Kalau yg terjadi sebaliknya dan tidak mau saling berbenah, rawan banget huhu..
BalasHapusBanyak juga yang menikah karena lingkungan, padahal belum siap menikah. Misalnya itu, menikah dibilang ga laku, akhirnya keluarga mendorong untuk segera menikah. Padahal yang nanti menjalankan pernikahan kan yang bersangkutan, bukan kerena orang tua. Makanya banyak juga yang berpisah, karena dulunya dijodohkan.
BalasHapusSetelah menikah, saya jadi tahu bahwa menikah bukan soal tentang cinta. Lebih dari itu, kadang ada hal-hal kecil yg perlu diobrolin. Komunikasi penting banget.
BalasHapusSelain itu, kadang ego kita harus diturunkan. Biasanya gantian, kalau kita yg lagi berapi-api, ego pasangan biasanya menurun, dan sebaliknya.
Pernikahan memang sekomplit itu di dalamnya. Warna wanri banget .
Stigma menikah yang terekam di masyarakat ini memang sedemikian "indah"nya yaa.. Padahal mah, pasti yang namanya hidup selalu ada ujian.
BalasHapusMenikah = ujian.
Belum menikah = juga ujian.
Jadi, yang di bayangan kita sekarang kalau sudah menikah mau bagaimana agar pernikahannya tetap asik ((sebagai ladang pahala))?
Ya, coba perbaiki kembali komunikasi dan visi misi memang kudubanget di omongin. Mau yang short term dan long term. Semua kudu seirama, sejalan.
Yang belum menikah, aku yakin.. selalu ada timingnya yang pas.
Kesannya dangkal banget yaa.. Tapi yah, memang kadang ketika kita sudah berjodoh dengan seseorang, kita kudu memantaskan diri untuk bersamanya. Sama-sama banyak belajar dan saling melengkapi satu sama lain.
Gak ada yang sempurna dalam hidup siih yaa..
banyak banget hal yang perlu disiapkan sebelum menikah. menyamakan visi juga akan memudahkan perjalanan pernikahan. aku yang masih single ini berharap banget bisa menemukan pasangan yang sevisi. aamiin
BalasHapusBoleh nanya ngga, apakah diantara kita ini sudah membicarakan visi pernikahan dengan pasangan. Klo saya sendiri secara detail belum. Tapi berusaha menjaga hubungan dan menjalin komunikasi yang baik.
BalasHapusMenikah adalah ibadah terpanjang, iya betul sekali. Menyatukan 2 kepala tidaklah mudah. tidak semua pasangan bisa beruntung bisa menyatukan visi misi. Namun, dengan memasrahkan kepada Tuhan, maka pasti akan diberikan jalan.
BalasHapusWah, setuju banget nih! Pernikahan emang nggak cuma soal romantis, tapi juga soal komunikasi dan visi bersama. Kalo kita udah punya gambaran jelas tentang apa yang kita mau dari pernikahan, pasti bakal lebih mudah buat ngebahasin masalah dan membangun kehidupan yang bahagia sama pasangan. Semoga semua orang bisa merencanakan pernikahan dengan baik dan bisa bahagia selamanya! 🌟
BalasHapusMenikah itu bukan perkara mudah, menyatukan dua sifat yang berbeda juga salah satu tantangan menikah. Harus ditentukan visi misi bersama ketika menikah dan insya Allah langgeng
BalasHapusMenikah adalah ibadah seumur hidup
BalasHapusPerlu kesabaran dalam menjalaninya
Makanya nggak boleh sembarangan saat memilih pasangan ya mbak
Intinya di komunikasi sih harus bagus dan sejalan. Jadi bisa mengurangi pertengkaran
BalasHapusBaru-baru ini temenku cerita, pernikahan anaknya bubar (bercerai). Alasannya: beda visi...
BalasHapusAku kan bingung yah dengernya. Beda visi tuh maksudnya apa ya?
Terus ada gitu istilah co-parenting. Jadi mengasuh anak bersama-sama gitu, walaupun ayah-ibu tidak terikat pernikahan lagi...
Kalo aku sendiri tidak menyalahkan pernikahan meskipun pernikahan pertamaku berujung perpisahan. Anggap saja ini semua itu, sebagai pelajaran untuk kedepannya. Dan Alhamdulillah sekarang dapat suami yang bisa lebih mengayomi.
BalasHapusSetuju kak Felis. Banyak yang salah kaprah tentang pernikahan. Makanya dulu kan pemerintah bikin program pranikah aku setuju banget. Sayangnya banyak yang ngga mau dan terkesan menyepelekan
BalasHapus